MAKALAH
ILMU BUDAYA DASAR
Dosen Pembimbing : Bambang Gunawan H.
Nama : Dita Almanda (12213600)
Kelas : 1EA12
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah atas limpahan berkah dan rahmat-Nya
sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan.
Saya ucapkan terima kasih kepada Bambang Gunawan H. selaku
dosen pengajar Ilmu Budaya Dasar atas kesempatan yang diberikan untuk membuat
makalah ini. Kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyelesaian makalah
ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Jakarta,
22 Oktober 2013
Penyusun
ILMU BUDAYA
DASAR
1.
Pengertian Ilmu Budaya Dasar
Secara sederhana Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan petama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang astinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya dasar termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
a. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince
)
Ilmu-ilmu
alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam
semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan
menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat
analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian
digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100% benar dan 100% salah.
b. Ilmu-ilmu Sosial ( social
scince )
Ilmu-ilmu sosial
bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan
antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman
dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100% benar, hanya
mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia
initidak dapat berubah dari saat ke saat.
c. Pengetahuan Budaya ( the humanities )
Pengetahuan budaya beertujuan untuk
memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk
mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan
kenyataankenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai
pengetahuan yang mencakup keahlian seni dan filsafat. Keahlian ini dapat
dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai hiding keahlian lain, seperti seni tari,
seni rupa, seni musik,dll. Sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan perkataan lain
IBD menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang
pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran serta kepekaan
mahasiswa dalam mengkaji masalah masalah manusia dan kebudayaan. Ilmu budaya
daar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris
disebut basic humanities. Pengetahuan
budaya dalam bahas inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan
budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo
humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan
mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.
2. Tujuan
Ilmu Budaya Dasar
Penyajian
mata kuliah Ilmu Budaya Dasar tidak lain merupakan usaha yang di harapkan di
kembangakan untuk mengkaji mslah-masalah manusia dan kebudayaan. Ilmu budya
dasar semata-mata sebagai salahsatu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa
dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap
nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya. Maupun
menyangkut diri sendiri.
Ilmu budaya dasar diharapkan dapat:
Ilmu budaya dasar diharapkan dapat:
a. Mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa terhadap
lingkungan budaya.
b. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas
pndangan mereka tentang masalah kemanusiaan dan kebudayaan serta mengembangkan
daya kritis,
c. Mengusahakan agar mahasiswa, sebagai calon pemimpin
bangsa dan Negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing.
d. Mengushakan wahana komunikasi para akademisi agar
mereka lebih mampu berdialog satu sama lain.
SENI DAN KEBUDAYAAN BETAWI
1. Suku Betawi
Kata Betawi digunakan
untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa MelayuKreol yang
digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal
dari kata "Batavia," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh
Belanda.
Suku
Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum
berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke
Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung
pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai
kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti
orang Sunda,
Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar,
Ambon, Melayu
dan Tionghoa.
2.
Bahasa Betawi
Sifat campur-aduk dalam
dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang
merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari
daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang
berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar "Kalapa"
(sekarang Jakarta)
juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Oleh karena itu,
tidak heran kalau penduduk asli Betawi yang pada awalnya berbahasa Kawi dan
mendiami daerah sekitar pelabuhan Sunda Kalapa (jauh sebelum Sumpah Pemuda)
sudah menggunakan bahasa Melayu, bahkan ada juga yang mengatakan suku lainnya
semisal suku Sunda yang mendiami wilayah inipun juga ikut menggunakan Bahasa
Melayu yang umum digunakan di Sumatera dan Kalimantan Barat yang kemudian
dijadikan sebagai bahasa nasional.
3. Seni dan Kebudayaan Betawi
Seni
dan Budaya asli Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan
arkeologis, semisal giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di Babelan,
Kabupaten Bekasi yang berasal dari abad ke 11 masehi. Selain itu budaya Betawi
juga terjadi dari proses campuran budaya antara suku asli dengan beragam etnis
pendatang atau yang biasa dikenal dengan istilah Mestizo. Sejak
zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan Salakanagara atau kemudian dikenal dengan
"Kalapa" (sekarang Jakarta) merupakan wilayah yang menarik pendatang dari dalam
dan luar Nusantara. Percampuran budaya juga datang pada masa Kepemimpinan Raja
Pajajaran, Prabu Surawisesa dimana Prabu Surawisesa mengadakan perjanjian
dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan
Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
Suku-suku
yang mendiami Jakarta sekarang antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis.
Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya
luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India dan Portugis
Suku
Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk
pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di
provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik
dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi,
didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Macam-macam
Seni dan Kebudayaan Betawi :
a. Lenong
Jenis kesenian teater tradisional atau
sandiwara rakyat Betawi yang mengambil tema cerita kepahlawanan atau kriminal
yang dibawakan dalam dialek Betawi. Lenong Betawi dikatakan juga sebagai teater
bangsawan atau istana dengan musik pengiringnya Gambang Kromong. Dalam
pertunjukkannya, Lenong menampilkan sebuah cerita atau lakon, dengan dilengkapi
gerak dan lagu serta lawakan yang menggelitik. Lakon dimainkan babak demi babak
dan diselingi musik serta lagu.
Merupakan
hasil perkembangan dari teater tutur Gambang Rancag. Jumlah pemainnya
tidak terbatas. Pemain pria disebut panjak dan pemain wanita disebut ronggeng.
Sebelum sandiwara dimulai, dilakukan upacara khusus yang disebut ungkup,
berisikan pembawaan doa dan sesaji. Setelah itu dilakukan upacara sambutan yang
disebut sepik, yaitu penjelasan lakon sandiwara. Pada kesempatan ini seluruh
pemain tampil untuk diperkenalkan. Kemudian acara selanjutnya inti sandiwara
yang dimainkan babak demi babak, yang disisipi hal-hal bersifat humor dan diiringi
musik. Lawakan dan musik ini adalah bagian khas dari pertunjukkan Lenong.
Pertunjukkan Lenong diiringi orkes
Gambang Kromong dengan berbagai alat musik. Umumnya pertunjukkan Lenong
dimainkan di atas panggung yang disebut pentas tapal kuda. karena pemainnya
masuk ke arena pertunjukan dari sebelah kiri dan keluar arena dari sebelah
kanan, sedang penontonnya melihat hanya dari bagian depan. Busana dan
perlengkapan yang digunakan dalam pertunjukan Lenong disesuaikan dengan jalan
cerita yang dimainkan. Busana yang dikenakan ini tergolong mewah dan gemerlap.
b. Gambang Kromong
Gambang kromong adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan
alat-alat musik
Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan Orkes gambang kromong
merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur
Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek
yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur
kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping
lagu-lagu yang menunjukkan sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Tanjung
Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya, dan
lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-jali,
Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan sebagainya, terdapat pula
lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Cay Cu Teng,
Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya.
Gambang kromong
merupakan musik Betawi
yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di
wilayah DKI
Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya (Jabotabek). Jika terdapat
lebih banyak penduduk peranakan Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat,
terdapat lebih banyak pula grup-grup orkes gambang kromong.
c. Tari
Yapong
Tari
Yapong merupakan suatu jenis tarian tradisional yang diciptakan untuk
pertunjukan. Tari Yapong memiliki gerakan yang gembira, dinamis, dan erotis.
Istilah Yapong ini lahir dari bunyi lagunya ya, ya, ya, ya, yang dinyanyikan
artis pengiringnya serta suara musik yang berkesan pong, pong, pong, sehingga
lahirlah “ya-pong”
dan berkembang menjadi Yapong. Tak ada makna apapun yang terkandung dalam
penamaan Yapong, karena seperti yang telah diungkapkan penamaan tersebut
merupakan onomatope dari bunyi-bunyi yang terdapat dalam musik dan tarian
tersebut.
Secara sosiologis, kebudayaan
Jakarta tidak hanya didomonasi oleh masyarakat Betawi, tetapi merupakan
perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya, termasuk
Tari Yapong. Tarian ini diwarnai oleh tari rakyat Betawi, kemudian diolah
dengan unsur-unsur tari pop, antara lain unsur tari daerah Sumatera. Karena
kesenian Betawi banyak dipengaruhi oleh unsur kesenian Tionghoa, maka dalam
tari Yapong juga tidak terlepas dari pengaruh unsur kesenian Tionghoa, misalnya
dalam kain yang dipakai oleh para penari terdapat motif-motif naga dengan warna
merah menyala seperti kostum penari khas pemain Opera Beijing. Selain itu,
corak pakaian yang dikenakan oleh para penarinya, merupakan pengembangan
pakaian tari Kembang Topeng Betawi. Tampak jelas bentuk serta ragam hias tutup
kepala serta selendangnya yang disebut toka-toka. Alat musik yang digunakan
saat tarian ini dipergelarkan adalah campuran antara Betawi, Jawa Tengah dan
Jawa Barat.
d. Keroncong
Keroncong merupakan nama dari instrumen
musik sejenis ukulele
dan juga sebagai nama dari jenis musik khas Indonesia
yang menggunakan instrumen musik keroncong, flute, dan seorang
penyanyi wanita. Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang
dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para
pelaut dan budak
kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara.
Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal Spanyol,
seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh Kusbini
disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat
musik dawai.
Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong
Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara,
seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada
sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di
Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut
hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang
musik populer (musik rock
yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun
1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan
dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga
sekarang.
e. Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat
yang sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang dewasa ini
menjadi wilayah Betawi. Walaupun pertunjukan rakyat semacam itu terdapat pula
di beberapa tempat lain seperti di Priangan dikenal dengan sebutan Badawang, di
Cirebon disebut Barongan Buncis dan di Bali disebut Barong Landung, tetapi
ondel-ondel memiliki karakteristik yang khas. Ondel-ondel tergolong salah satu
bentuk teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur
atau nenek moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian
dapat dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita, sebagaimana halnya dengan
“bekakak” dalam upacara “potong bekakak” digunung gamping disebelah selatan
kota Yogyakarta, yang diselenggarakan pada bulan sapar setiap tahun.
Musik pengiring ondel-ondel tidak
tertentu, tergantung masing-masing rombongan. Ada yang diiringi Tanjidor,
seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, kampung Setu. Ada yang diiringi
gendang pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh (alm),
sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diiringi Bende, “Kemes”,
Ningnong dan Rebana Ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh,
kalideres
Disamping untuk memeriahkan arak-arakan
pada masa yang lalu biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, “Ngamen”.
Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru, baik masehi maupun Imlek. Sasaran
pada perayaan Tahun Baru Masehi daerah Menteng, yang banyak dihuni orang-orang
Kristen.Pendukung utama kesenian ondel-ondel petani yang termasuk “abangan”,
khususnya yang terdapat di daerah pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya.
SUMBER :
Buku Ilmu Budaya Dasar
oleh Widya Nugroho dan Achmad Muchji diterbitkan oleh Universitas Gunadarma
http://vaniaibd.blogspot.com/2012/10/pengertian-ilmu-budaya-dasar.html
http://www.infobudaya.com/wisata/betawi/9-mengenal-betawi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi
http://id.wikipedia.org/wiki/Gambang_keromong
http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1029/tari-yapong#.UmZWelOzFaQ
http://www.tamanismailmarzuki.com/article/ondel.html